Makalah Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
IBNU TAIMIYAH


Pengampu : Ayis Mukhalik S. TH .I, M .Hum








Nama : Alfian Khoiri dan Anis Fahrunnisa









SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
MR. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA
JAKARTA 2016


BAB 1
PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunianya sehingga telah selesailah makalah yang berjudul “SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI”.
Kedua kali-Nya shalawat serta salam tetap tercurah limpahkan pada nabi Muhammad SAW.
Sejarah merupakan potret manusia di asa lampau, ia merupakan laboratorium yang sesungguhnya. Tiap generasi ada zamannya, begitupun sebaliknya, setiap aman ada generasi.
Dalam kontek aktifitas ekonomi pemikiran dan praktiknya telah di lakukan sejak masa islam itu sendiri lahir di bawah kepemimpinan rosulullah. Beberapa sarjana muslim besar yang pemikiranya sangat relefan untuk di kembangkan pada masa ini antara lain Ibnu Taimiyah, Abu Yusuf Al-Ghozali, dan Ibnu khaldun.
Para tokoh ini telah merumuskan pemikiran ekonomi tentang penawaran dan permintaan mekanisme dan regulasi pasar, konsep uang dan pelarangan riba yang mana pemikiran ini di kemukakan oleh Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiah pun membahas pemikiran prinsip-prinsip masalah ekonomi dalam 2 buku, yaitu : Al-khisbah fi al islam dan Al-syariyah dalam buku pertama ia banyak membahas tentang pasar dan interfensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi.
Dalam buku ke-2 ia membahas masalah pembahasan masalah pendapatan dan pembiayaan publik. Ia juga di kenal sebagai pembeharu dengan pengertian memberikan ajaran islam agar tidak tercampur dengan hal-hal yang berbau bid’ah.


RUMUSAN MASALAH
1.         Biografi Ibnu Taimiyah.
2.         Karya-karya Ibnu Taimiyah.
3.         Sejarah pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di kota Harran pada 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman, dan kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. Berkat kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadist, fikih, matematika, dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik di antara teman-teman seperguruannya. Guru Ibnu Taimiyah berjumlah 200 orang, di antaranya Syamsuddin al-Maqdisi, Ahmad bin Abu al-Khair, Ibn Abi al-Yusr, dan al-Kamal bin Abdul Majd bin Asakir. Ketika berusia 17 tahun,  Ibnu Taimiyah telah diberi kepercayaan oleh gurunya, Syamsuddin al-Maqdisi, untuk mengeluarkan fatwa. Pada saat bersamaan, ia juga memulai kiprahnya sebagai seorang guru. Kedalaman ilmu Ibnu Taimiyah memperoleh penghargaan dari pemerintah pada saat itu dengan menawarinya jabatan kepala kantor pengadilan. Akan tetapi, karena hati nuraninya tidak mampu memenuhi berbagai batasan yang ditentukan oleh penguasa, ia menolak tawaran tersebut. Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya sebatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkannya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan urusan publik. Dengan kata lain, keistimewaan diri Ibnu Taimiyah tidak hanya sebatas kepiawaiannya dalam menulis dan pidato, tetapi juga mencakup keberaniaannya dalam berlaga di medan perang. Penghormatan yang begitu besar yang diberikan masyarakat dan pemerintah kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian orang merasa iri dan berusaha untuk menjatuhkan dirinya. Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan tujuh kali akibat fitnah yang dilontarkan para penentangnya.
Selama tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk menulis dan mengajar. Bahkan, ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara mengambil pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam tahanan pada 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan dipenjara.[1]
B.     KARYA-KARYA IBNU TAIMIYAH
Di antara karya-karya Imam Ibnu Taimiyah antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’ayyah fi Ishlah ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.[2]

C.    PEMIKIRAN EKONOMI IBNU TAIMIYAH

1.      MEKANISME PASAR
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran. Dalam pengertian ini pasar bersifat interaktif bukan pasif. adapun mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.[3] Pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dinamakan equilibrium price (harga keseimbangan).
Ibnu Taimiyah juga memiliki pandangan tentang pasar bebas, dimana suatu harga di pertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Ia mengatakan: ”naik turunnya harga tak selalu berkaitan dengan kedzaliman (zulm) yang dilakukan oleh seseorang. Sesekali alasan adalah adanya kekurangan jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Disisi lain, jika kemampuannya penyedia barang meningkat dan permintaan menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Biasa saja berkaitan dengan sebab yang tidak melibatkan ketidakadilan. Atau sesekali, bisa juga disebabkan oleh ketidakadilan. Maha Besar Allah, yang menciptakan kemauan pada hati manusia”.[4]
Dari pernyataan diatas terdapat indikasi kenaikan harga yang terjadi disebabkan oleh perbuatan ketidakadilan para penjual, perbuatan ini di sebut manipulasi yang mendorong terjadinya ketidaksempurnaan pasar.
Ungkapan Ibnu Taimiyah tersebut juga menggambarkan secara eksplisit bahwa penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedang permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung pada besarnya perubahan penawaran dana atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak natural (ilaiyah).[5]
Dalam bukunya,  majmu’ fatawa Ibnu Taimiyah mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan konsekuensinya terhadap harga :
a)      Kebutuhan manusia  sangat beragam dan bervariasi . kebutuhan tersebut berbeda-beda tergantung pada kelimpahan atau kelangkaan dari barang-barang yang dibutuhkan itu.
b)      Harga sebuah barang beragam tergantung pada tingginya jumlah orang-orang yang melakukan permintaan.
c)      Harga barang juga dipengaruhi oleh besar atau kecilnya kebutuhan terhadap barang dan tingkat ukurannya.



2.      MEKANISME HARGA

A.    Definisi
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik antara konsumen dan produsen baik dari pasar maupun faktor-faktor produksi. Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tersebut.

B.     Konsep harga adil menurut Ibnu  Taimiyah
Harga yang adil menurut Ibnu  Taimiyah adalah : “ nilai harga orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya ditempat dan waktu tertentu.”[6]


C.     REGULASI HARGA
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ibnu Taimiyah menafsirkan hadist tentang penolakan regulasi harga bahwa kasus tersebut merupakan kasus khusus bukan merupakan kasus umum. Menurutnya, harga naik karena kekuatan pasar bukan karena ketidak sempurnaan pasar tersebut .
D.    HAK MILIK
Dalam Islam, Allah adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam semesta hanya Allah lah yang bisa melimpahkan kepada manusia setiap haq. atas pemilik-Nya. Hak pemilik merupakan ujian, dan karena itu setiap orang diberi keleluasaan untuk memiliki dan menggunakan kekayaan itu.
Menurut Ibnu Taimiyah penggunakan hak milik itu dimungkinkan sejauh tidak bertentangan, prinsip-prinsip syariah. Hak milik itu, bagi Ibnu Taimiyah adalah sebuah kekuatan yang didasari atas syariah untuk menggunakan sebuah objek, tetapi kekuatan itu sangat bervariasi dalam bentuk dan jenisnya.
·         Hak Milik Individu
Tentang akuisisi hak milik secara individual, Ibnu Taimiyah secara sederhana menjelaskan secara rinci untuk kepentingan yang dibenarkan syariat seperti mengamankan kepemilikan suatu barang (tanah) yang terlantar karena tak memiliki pemilik jelas agar bisa terbudidayaan, pewarisan, penjualan dan sebagainya.
Menurut Ibnu Taimiyah, seseorang yang hanya bertujuan mengumpulkan harta kekayaan, ibarat seperti Qarun. Dan setiap individu tidak boleh menggunakan hak miliknya yang bisa menimbulkan kerugian bagi tetangganya.
·         Hak Milik Sosial atau Kolektif
Hak milik sosial memiliki bentuk bermacam-macam. Misalnya, sebuah objek bisa saja dimiliki oleh dua orang atau lebih, organisasi atau asosiasi.
Salah satu alasan dari suatu keharusan pemilikan kolektif terhadap objek-objek alam semua itu diberikan oleh Allah secara gratis. Manusia tak memiliki kesulitan apapun untuk mengunakan. Alasan ini adalah demi kepentingan umum. Jika ada perorangan secara individual menguasai dan memilikinya secara pribadi, hal itu bisa mengakibatkan kesulitan dan kesusahan bagi masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah, air, rumput, dan sumber api adalah hanyalah sebuah permisalan saja.[7]
E.     PENDAPAT IBNU TAIMIYAH TENTANG FULUS
Terkenal telah kami jelaskan pendapat Imam Syafi’i dan sekarang kami menjelaskan pendapat Ibnu Taimiyah dan pendapat yang memberikan gambaran secara umum pendapat pendapat sebagian ulama-ulama fiqih. Ibnu Taimiyah menjawab pertanyaan mengenai fulus yang ditukarkan dengan sesuatu yang jelas secara kontan dan fulus yang di jual sampai pada tempo tertentu dengan menerima tambahan atau bunga, apakah yang demikian di bolehkan atau tidak ? ia menjawab setelah mengucapkan Alhamdulillah, dengan jawaban yang cukup panjang, tetapi disini kami hanya menyebutkan sebagian saja : “ pada permasalahan ini terjadi perbedaan yang masyhur dikalangan ulama, yaitu menukarkan fulus yang laris dengan dirham apakah disyaratkan kontan? Atau boleh kredit ? untuk ini ada dua pendapat yang masyhur pada madzhab Abu Hanifah dan madzhab Ahmad bin Hambal.
Apabila terjadi perbedaan dalam nilai fulus, maka akan menjadi jalan bagi orang-orang dzolim untuk mengambil uang recehan yang paling rendah nilainya kemudian menukarkannya dengan uang yang umumnya berlaku, setelah itu mentransfernya ke negeri lain. Tetapi mereka kemudian mencetak recehan fulus kembali sehingga ini mengakibatkan rusak nya mata uang.[8]




BAB III
PENUTUP

Pemikiran Ibnu Taimiyah merupakan hasil dialog kritis dengan fenomena sosial, ekomoni dan politik pada zamannya. Ia telah memberikan inspirasi tentang bagaimana sebuah negara berperan dalam pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. Solusi yang ditawarkan Ibnu Taimiyah adalah negara hendaknya menjadi supervisor moralitas pembangunan untuk menyadarkan rakyatnya bahwa harapan betapa pentingnya norma moral dan etika sebagai asas pembangunan dan dapat mewujudkannya dalam kehidupan perekonomian.
Hasil renungan dan pemikiran seorang Ibnu Taimiyah tidaklah terbatas hanya pada persoalan ekonomi saja, lebih dari itu. Mencakup sebagian aspek dalam kehidupan negara dan agama. Tapi dalam bahasan kali ini, hanya mengedepankan aspek ekomoni saja, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pemikiran Ibnu Taimiyah yang pertama membahas masalah harga yang adil, yang boleh beliau dikelompokan menjadi dua terma, yakni kompensasi yang setara dan harga yang setara.
2.      Persoalan tentang mekanisme pasar, Ibnu Taimiyah memiliki pandangan yang jernih bagaimana dalam sebah pasar bebas, harga dipertimbangkan oleh kekuatan permintaan.
3.      Pasar dalam Islam adalah elemen yang tidak berkerja sendiri sehingga ia menjadi satu dengan individu, masyarakat, dan negara.
4.      Terakhir, mengenai hak milik, beliau mengelompokannya menjadi tiga bagian: hak milik pribadi, kelompok dan negara, yang ketiganya memiliki definisi dan hak yang berbeda-beda.

Daftar Pustaka
Haroen, Narun. 2000. fikih Muamalat, Jakarta: Daya Mediapratama
Kuswanto, Andi. 1993. Pengantar Ekomoni. Depok: Gunadarma
Jajuli, M.Sulaeman. 2016. Ekonomi Islam Umar bin Khattab. Yogyakarta: Deepublish
Rahardja, Pratama, dkk. 1999. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar, Jakarta: LPFEUI
Sholihin, Ahmas Ifham. 2010. Buku pintar ekonomi syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Taimiyah, Ibnu. 1993. Majmu Fatawa Vol. 29. Riyadl: Matabi’ Riyadl
Taimiyah, Ibnu. 1996. al-Hisbah al-Islam. Lebanon: Dar al-Kitab al-Islamiyyah




[1] Ahmas Ifham Sholihin, Buku pintar ekonomi syariah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010, Hlm.330-331
[2] M.Sulaeman Jaluli, Ekonomi Islam Umar bin Khattab. Deepublish, Yogyakarta, 2016, hlm. 54
[3] Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar, Jakarta, LPFEUI, 1999, cet Ke-4 hlm. 26
[4] Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa, Matabi’ Riyadl. Riyadl, 1993, Vol. 29, Hlm.5832  
[5] Ibnu Taimiyah, al-Hisbah al-Islam, Lebanon, Dar al-Kitab al-Islamiyyah, 1996. Cet Ke-1, Hlm.24
[6] Andi Kuswanto, Pengantar ekomoni, Depok, Gunadarma, 1993, cet. Ke-3, Hlm.6
[7] Narun haroen, “fikih Muamalat”, Daya Mediapratama, Jakarta, 2000, hlm.16-22
[8] Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa, Matabi’ Riyadl. Riyadl, 1993, Vol. 29, Hal: 468-482